A.
Latar
Belakang
Masyarakat lebih banyak melakukan pengobatan secara tradisional menggunakan tumbuhan herbal yang berasal dari alam
dibandingkanmenggunakan obat yang beredar dipasaran. Hal tersebut disebabkan
karena obat yang beredar dipasaran umumnya lebih mahal dan dapat menimbulkan efek
samping jika digunakan dalam jangka waktu yang lama. Bahan yang berasal dari
alam lebih aman untuk digunakan(Alfiah et al., 2015).
Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat yaitu tumbuhan sembung rambat.
Tumbuhan ini memiliki potensi besar sebagai antitumor, antijamur, sitotoksik,
analgesik, antioksidan, antivirus dan antibakteri. Berdasarkan
hasil analisis fitokimia ekstrak daun sembung rambat mengandung senyawa
alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, tanin, dan terpenoid. Senyawa tumbuhan
ini dapat digunakan sebagai obat membantu mempercepat penyembuhan luka dandapat
mencegah infeksi bakteri, sehingga luka lebih cepat sembuh(Andriani, 2018).
Penelitian yang sudah dilakukan terkait
ekstrak sembung rambat yaitu ekstrak etil asetat batang dan daun sembung rambat
dengan konsentrasi 0,25 mg/mL memiliki potensi aktivitas antiinflamasi dan
antibakteri yang baik(Perez, 2010).
Haisya(2013)melaporkan
bahwa ekstrak etanol daun sembung rambat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan luka karena sembung rambat dengan konsentrasi 25% memiliki
aktivitas antibakteri yang efektif terhadap bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus dan Streptococcus agalactiae.Perawati (2018)mengatakan
bahwa pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak daun sembung rambat memiliki
daya hambat yang kuat terhadap bakteriStaphylococcus aureus.Penelitian terkait sediaan farmasi dari sembung
rambat dilakukan Nuryadin(2017)dimana ekstrak
sembung rambat dapat digunakan sebagai sediaan gel untuk penyembuhan luka
terbuka kulit tikus galur wistar.
Krim dipilih sebagai bentuk sediaan karena mudah digunakan, praktis,
cara kerja berlangsung pada jaringan setempat, mampu menjaga kelembaban kulit,
mudah menyebar rata,mudah dibersihkan dan tidak lengket. Sediaan krim juga
mempunyai keuntungan dimana dapat menyejukan bagian kulit yang mengalami
peradangan, dapat mengurangi rasa gatal dan rasa sakitpada luka(Muntiaha, 2014).
Berdasarkan latar belakang tersebut,tumbuhan sembung
rambat memiliki potensi sebagai antibakteri. Luka sangat identik dengan bakteri
karena akan menyebabkan terjadinya infeksi. Formulasi sediaan krimpenyembuhan
luka dari sembung rambat belum pernah dilakukan. Oleh sebab itu peneliti
tertarik untuk menelitinya. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
optimal dari ekstrak sembung rambatyang efektif dapat diformulasikan sebagai
sediaan krim untuk penyembuhan pada luka bakar.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah ekstrak daun sembung
rambat bisa diformulasikan sebagai sediaan krim untuk obat luka bakar?
2.
Pada konsentrasi berapakah ekstrak daun sembung
rambat mempunyai aktivitas yang paling cepat dalam
penyembuhan luka bakar?
C. Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah daun sembung rambat dapat di formulasikan sebagai sediaan krim untuk obat luka bakar.
2.
Mengetahui konsentrasi manakah yang
memberikan efek penyembuhan luka bakaryang paling cepat pada mencit.
D. Manfaat
Penelitian
1. Menambah
pengetahuan mahasiswa/i sebagai landasan awal untuk pengembangan penelitian dalam bidang farmasi
dan bisa menjadi bahan referensi untuk dibaca dikemudian hari.
2. Menambah
wawasan tentang formulasi sediaan krim daun sembung rambat sebagai obat luka
bakar.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang formulasi sediaan krim daun sembung rambat sebagai obat luka bakar.
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan umum tumbuhan sembung rambat
1.
Klasifikasi tumbuhan
Klasifikasi tanaman sembung rambat adalah sebagai berikut (Plantamor, 2012) :
Kingdom : Plantea (Tumbuhan)
Super Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Devisi :
Magnoliphyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (Berkeping 2)
Sub Kelas : Asteraceae
Genus :
Mikania
Spesies :
Mikania micranthaKunth
Sembung rambat memiliki akar tunggang yang terus membesar dan memanjang. Batang sembung rambat berwarna hijau muda, berambut, tumbuh menjalar, memiliki banyak cabang dan panjang batang bisamencapai 3-6 m. Tumbuhan ini dikatakan gulma yang berdaun lebar dengan bentuk daun segitiga (cordate) ujung meruncing dan tepi bergerigi yang terdapat pada ruas batangdengan letak saling berhadapan. Bunga sembung rambat berwarnaputih, tumbuh dari ketiak daun atau ujung tunas, bunga berukuran kecil dengan panjang 4,5-6mm. Biji berwarna cokelat kehitaman panjangnya 2 mm, biji dihasilkandalam jumlah yang cukup besar (Windasari, 2018).
2.
Nama Daerah
Tumbuhan sembung rambat memiliki nama lokal yang berbeda
disetiap daerahnya. Di daerah Tapanuli Selatan tumbuhan ini dikenal dengan nama
“siroppaspara”. Di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur tumbuhan ini dikenal
dengan nama “sembung rambat”. Di Jawa Barat (Sunda) tumbuhan ini dikenal dengan
nama “caputuheun”. Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini lebih dikenal dengan nama
American rope, mile-a-minute weed, bittervine,
dan chinese creeper(Harahap & Hidayat,
2015).
3.
Kandungan Kimia
Daun sembung rambat mengandung senyawa alkaloid,
saponin, flavonoid, steroid, tanin, dan terpenoid(Andriani, 2018). Senyawa yang
berperan sebagai antibakteri yaitu flavonoid dan tannin. Flavonoid
memiliki efek sebagai antibakteridengan cara mendenaturasi protein yang
menyebabkan seperti terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri.
Tanin bisa menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara mengkerutkan dinding sel,
rusaknya dinding sel ini akan menyebabkan terhambatnyapertumbuhanselbakteri dan
akhirnya bakteri mati(Chairunnisa, 2019)
4.
Manfaat dan Kegunaan
Sembung
rambat mempunyai banyak khasiat salah satunya untuk menghambat pertumbuhan
gulma lain yang merugikan. Suku kabi di India biasanya menggunakan jus daun
sembung rambat sebagai penangkal gigitan serangga dan kalajengking serta
digunakan juga untuk mengobati sakit perut. Sembung rambat juga digunakan untuk
penyembuhan luka dan menghentikan pendarahan eksternal serta merupakan obat
antiseptik lokal yang sangat popular di Mizoram, India dengan cara
meremas-remas daun ditangan atau ditumbuk kasar kemudian ditempel pada kulit
yang luka, daunnya dapat juga digunakan untuk obat diare dengan cara daun direbus
dan air rebusannya diminum. Selain itu, tanaman sembung rambat dapat digunakan
sebagai obat (Sankaran, 2013).
5.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan kandungan kimia dari
campurannya menggunakan pelarut yang sesuai. Proses ekstraksi dihentikan ketika
telah mencapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam pelarut dengan
konsentrasi dalam sel tanaman(Mukhraini, 2014).
Metode ekstrasi menurutBPOM(2013) adalah:
a.
Cara dingin
1. Pemerasan simplisia segar
Metode pemerasan digunakan untuk simplisia segar berupa
umbi, rimpang, daundan buah. Proses pemerasan diawali dengan penghancuran
simplisia dan jika perlu ditambahkan air secukupnya, diperas kemudian saring.
2. Maserasi
Metode maserasi digunakan untuk simplisia kering. Cairan
penyari yang direkomendasi adalah etanol atau campuran etanol-air. Keuntungan
dari maserasi adalah pengerjaanya mudah dan peralatannya mudah dan sederhana.
Sedangkan kekurangannya adalah diperlukan waktu untuk mengekstraksibahan cukup
lama, penyarian kurang sempurna, pelarut yang digunakan jumlahnya banyak jika
harus remaserasi.
3. Perkolasi
Perkolasi umumnya digunakan untuk
mengekstraksi sebuk kering terutama simplisia yang keras seperti kulit batang,
kulit buah, biji, kayu dan akar. Penyari yang umum digunakan ialah etanol atau
etanol-air. Dibandingkan metode maserasi, metode ini tidak memerlukan tahapan
penyaringan perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu dibutuhkan lebih lama dan
jumlah penyari yang digunakan lebih banyak.
4. Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara
ini pada dasarnya adalah penyarian berkesinambungan secara dingin. Alat
soxhletasi dibuat dari bahan gelas yang terbagi atas 3 bagian yaitu : bagian
tengah untuk menampung serbuk simplisia yang akan diekstraksi dilengkapi dengan
pipa pada bagian kiri dan kanan, satu untuk jalannya larutan berkondensasi uap menjadi
cairan penyari yang dipakai tidak terlalu banyak. Sedangkan bagian bawah
terdapat labu alas bulat yang berisi cairan penyari dan ekstrak.
a.
Cara panas
1. Infundasi
Metode
infundasi digunakan untuk menyari kandungan aktif simplisia yang larut dalam
air panas. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan
mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang diperoleh dengan cara
ini harus segera diproses sebelum 24 jam. Cara ini sangat sederhana dan
seringdigunakan oleh perusahaan obat tradisional.
2. Digesti
Digesti
adalah metode ekstraksi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 40-50°C. Metode
ini digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
3. Dekoksi
Pada proses dekoksi bagian tanaman yang
berupa batang, kulit kayu, cabang, ranting, rimpang atau akar direbus dalam air
mendidih dengan volume dan selama waktu tertentu, kemudian didinginkan dan
ditekan dan disaring untuk memisahkan cairan ekstrak dari ampasnya. Proses ini
sesuai untuk mengekstrak bahan bioaktif yang dapat larut dalam air dan tahan
terhadap panas.
4.
Refluks
Ekstraksi
dengan metode refluks digunakan untuk simplisia dengan kandungan zat aktif yang
tahan terhadap pemanasan. Alat refluks ini terbuat dari bahan gelas dimana
bagian tengahnya dilengkapi dengan lingkaran gelas yang berbentuk spiral atau
bola. Untuk mengekstraksibahan dimasukkan kedalam labu alas bulat bersama
cairan penyari kemudian dipanaskan. Cairan penyari ini akan mendidih, menguap
dan berkondensasi pada pendingin tegak, lalu turun kembali pada labu dan
sekaligus mengekstraksi kembali. Proses ini berlangsung secara berkesinambungan
sampai bahan tersari sempurna. Pengerjaan ini dilakukan sebanyak 3-4 kali
selama 3-4 jam
B.
Kulit
Kulit merupakan organ yang cukup luas yang terdapat di permukaan tubuh. 15% dari berat badan (BB) orang dewasa adalah kulit. Kulit menerima 1/3 volume sirkulasi darah tubuh dengan ketebalan bervariasi antara 0,5-6 mm. Satu inci (2,5 cm) kulit terdiri atas 650 kelenjar keringat, 20 pembuluh darah, 60.000 melanosit, dan ribuan ujung saraf tepi. Kulit memiliki aksesoris (bagian pelengkap) seperti rambut, kuku, kelenjar keringat/sebasea (Arisanty, 2013).
1.
Struktur Kulit
Kulit terdiri dari tiga lapisan, yang
masing-masing tersusun dari berbagai jenis sel dan fungsinya yang
bermacam-macam. Ketiga lapisan tersebut adalah epidermis, dermis, dan subkutan.
a.
Epidermis
Epidermis adalah lapisan yang paling luar dan paling tipis
dari kulit. Epidermis tidak memiliki pembuluh darah dan sistem persarafan.
Fungsi epidermis adalah sebagai sistem imun yang pertama dari tubuh manusia
atau dikenal dengan istilah First Skin Immune system(SIS). Sel utama epidermis
merupakan sel epitel skuamosa berjenjang (keratinosit). Antara epidermis dan
dermis terdapat lapisan tipis yang membatasi disebut Basement Membrane Zone
(BMZ).Epidermis memiliki variasi ketebalan antara 0,4-0,6 mm dan meliki 5
stratum/ jenjang. Lokasi epidermis yang paling tebal terletak di telapak tangan
dan telapak kaki.
b.
Dermis
Lapisan ini jauh lebih tebal dari pada
epidermis, terbentuk oleh jaringan elastis dan fibrosa padat dengan elemen
seluler, kelenjar, dan rambut sebagai adneksa kulit. Lapisan ini terdiri dari pars
papilaris, yaitu bagian yang menonjol kedalam epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah. Pars Retikularis, yaitu bagian bawah dermis yang
berhubungan dengan subkutis, terdiri atas serabut penunjang kolagen, elastin
danretikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat dan sel-sel fibroblast. Kolagen muda bersifat lentur namun
dengan bertambahnya umur menjadi stabil dan keras.
c.
Subkutan
Lapisan subkutan atau hypodermis adalah lapisan paling tebal
dari kulit, terdiri atas jaringan lemak (paling besar), jaringan ikat, pembuluh
darah. Hypodermis memiliki fungsi sebagai penyimpan lemak, kontrol temperatur,
dan penyangga organ sekitar. Pada setiap bagian tubuh memiliki ketebalan
epidermis, dermis, hypodermis yang berbeda tergantung lokasinya. Misalnya, di
kepala, dermis tipis, namun di paha, tangan, dan kaki dermis tebal; di telapak
kaki dan tangan, epidermis tebal, namun di wajah dan daerah kemaluan epidermis
tipis. Hypodermis tebal pada gluteus, abdomen, dan mamae.
C.
Tinjauan Tentang Luka
1.
Luka
Luka
adalah terputusnya kontinuitas jaringan karena cedera atau pembedahan (Kartika, 2015).
Adapun jenis-jenis luka yaitu :
a.
Luka Terbuka
1. Luka insisi, terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam misalnya
terjadi akibat pembedahan.
2. Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda tidak tajam.
3. Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda runcing, seperti pisau ataupun
jarum yang masuk ke dalam kulit dengan diameter kecil.
4. Luka sayat, terjadi iakibat benda yang tajam seperti kaca atau kawat.
5. Luka tembus, yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian
awal luka masuk diameternya lebih kecil tetapi pada bagian ujungnya biasanya
luka akan melebar.
b.
Luka
tertutup
1. Luka memar, terjadi akibat
benturan oleh suatu tekanan, cedera pada jaringan lunak, pendarahan dan
bengkak.
2. Luka bakar, luka akibat
terkena suhu panas seperti api, listrik, maupun bahan kimia.
2.
Konsep Penyembuhan Luka
a.
Fisiologi Penyembuhan Luka
Secara
fisiologis, tubuh dapat memperbaiki kerusakan jaringan kulit (luka) sendiri
yang dikenal dengan penyembuhan luka. Penyembuhan
luka terdiri atas tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase proliferasi, dam fase
maturasi atau remodeling.Proses perbaikan sel (penyembuhan luka) bergantung
pada kedalaman luka. Proses ini terjadi secara sederhana yang diawali dengan
pembersihan (debris) area luka, pertumbuhan jaringan baru hingga permukaan
datar, dan pada akhirnya luka menutup(Arisanty, 2013).
3.
Fase
Inflamasi
Fase
inlamasi terjadi pada awal kejadian atau pada saat luka terjadi hari ke-0. Pada
fase ini terjadi dua kegiatan utama, yaitu respons vaskular dan respons
inflamasi. Respons vaskular diawali dengan respon hemostatik tubuh selama 5
detik pasca luka (kapiler berkontraksi dan trombosit keluar).
4.
Fase
Proliferasi
Terjadi
mulai hari ke-2 sampai ke-24 yang terdiri dari proses destruktif (fase
pembersihan), proses proliferasi atau granulasi (pelepasan se-sel
baru/pertumbuhan), dan epitelisasi (migrasi sel/penutupan).
5.
Fase
Remodeling atau Maturasi
Pada fase ini terjadi proses pematangan
yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan dan
akhirnya terbentuk kembali jaringan yang baru. Tubuh berusaha menormalkan
kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Selama proses
ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah
digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase
ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira –kira 80% kemampuan kulit
normal
3.
Faktor mempengaruhi penyembuhan luka
a. Usia
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat
dibandingkan dengan orang tua, karena semakin tua seseorang maka akan
menurunkan kemampuan penyembuhan jaringan.
b. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigen
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya
ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
c. Hematoma
Hematoma merupakan pembekuan darah. Seringkali darah pada luka secara
bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat
bekuan yang besar, hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh,
sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
d.
Benda Asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan
terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat, abses ini timbul dari
serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk
suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah.
e. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah
pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat
terjadi akibat dari balutan pada luka yang terlalu ketat. Dapat juga terjadi
akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri (Arisanty, 2013).
D.
Tinjauan sediaan krim
1.
Pengertian krim
Krim adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih ekstrak terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar krim yang sesuai dan
ditujukan untuk pemakaian topikal pada kulit(BPOM, 2019).
2. Basis Krim
a.
Basis berminyak
Golongan ini
meliputi minyak tumbuh-tumbuhan, lemak-lemak hewan dan hidrokarbon yang
setengah padat. Basis ini tidak dapat dicampur-campur dengan air dan tidak dapat
diabrsorbsi kulit. Keuntungan basis golongan ini adalah sifatnya yang inert dan
hanya menyerap sedikit air dan formulasi atau kulit serta dapat membentuk
lapisan film tahan air yang mampu mencegah penguapan air sehingga kulit tidak
mudah kering dan pecah. Kelemahan basis ini yaitu kecilnya daya serap air,
mudah menjadi rancid (tengik) dan daya tembus terhadap kulit kecil.
b.
Basis absorbsi
Basis ini lebih
mudah dicuci dengan air dibanding basis salep berminyak. Namun basis ini kurang
tepat bila digunakan sebagai pendukung bahan-bahan yang kurang stabil dengan
adanya air.Dasar salep yang dapat dicuci dengan air.
c.
Basis emulsi
Terbagi menjadi 2 tipe, yaitu:
1.
Basis emulsi tipe A/M, yaitu air
dalam minyak. Basis ini tergolong larut dalam air dan susah dicuci dengan air.
Mudah dioleskan dan memiliki daya sebar yang baik.
2.
Basis emulsi tipe M/A, yaitu
minyak dalam air. Basis ini tidak larut dalam air, mudah diratakan dan dapat
dicuci dengan air
d. Basis larut dalam air
Basis ini larut dalam air dan mudah
dicuci dengan air. Contoh dari golongan ini adalah poli etilen glikol (PEG)
E.
Preformulasi krim
1.
Parafin liquidum
Parafin cair adalah campuran hidrokarbon yang
diperoleh dari minyak mineral; sebagai zat pemantap dapat ditambahkan tokoferol
atau butilhidroksitoluen tidak lebih dari 10 bpl. Pemerian dari parafin cair
adalah cairan kental, transparan, tidak berfluorosensi, tidak berwarna, hampir
tidak berbau, hampir tidak mempunyai rasa. Kelarutan dari bahan ini adalah
praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform P
dan dalam eter P. Berkhasiat sebagai laksativum.
2.
Asam Stearat
Asam stearat merupakan zat padat keras menunjukkan susunan
hablur, putih atau kuning pucat, mirip lemak lilin. Asam stearat praktis tidak
larut dalam air, larut dalam 20 bagian etanol 95%, dalam 2 bagian kloroform dan
dalam 3 bagian eter. Disimpan dalam wadah tertutup baik. Khasiatnya Dalam
sediaan topikal biasanya asam stearat berfungsi sebagai bahan pengemulsi.
4. TEA
TEA merupakan singkatan dari
trietanolamin. Berbentuk cairan tidak berwarna, namun berbau kuat amoniak.
Sukar larut dalam air, dapat bercampur dengan etanol, dengan eter dan dengan
air dingin. Disimpan dalam wadah tertutup rapat. Khasiatnya membantu
pembentukan emulsi dengan mengurangi tegangan permukaan zat, memungkinkan air
dan bahan larut minyak untuk bercampur.
5.
Adeps lanae
Merupakan zat serupa lemak, liat, lengket,
kuning muda atau kuning pucat, agak tembus cahaya, bau lemah dank has. Praktis
tidak larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol (95%) P, mudah larut dalam
kloroform dan dalam eter P, berkhasiat sebagai zat tambahan, zat pengikat.
6.
Nipagin
Pemerian serbuk hablur halus, putih, hampir
tidak berbau, tidak mempunyai rasa, agak membakar diikuti rasa tebal. Kelarutan
larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian
etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton, jika didinginkan larutan tetap
jernih. Nipagin ini mempunyai fungsi sebagai zat tambahan dan zat pengawet.
7.
Nipasol
Merupakan zat mengandung tidak kurang
dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 % pemerian serbuk hablur putih, tidak
berbau dan tidak berasa. Sangat sukar larut dalam air, larut dalam 3,5 bagian
etanol (95%). Khasiatnya sebagai zat pengawet.
8.
Aquadest
Aquadest
ini merupakan H2O murni, Karena sifatnya yang murni ini, aquadest
(suling) sering digunakan dalam laboratorium untuk menghindari kontaminasi zat
maupun galat-galat yang akan ditimbulkan dalam penelitian(Farmakope, 1979)
F. Uji sifat fisik krim
Menurut Azkiya et al., (2017)pemeriksaan
kestabilan dari krim meliputi pemeriksaan uji organoleptis,pemerikaan pH,
pemeriksaan viskositas, dan pemeriksaan daya sebar.
1.
Uji organoleptis
Uji organoleptis dilakukan secara
visual, komponen yang di evaluasi meliputi bau, warna, bentuk dan tekstur
sediaan krim.
2.
Uji homogenitas
Uji
homogenitas bertujuan untuk melihat dan mengetahui tercampurnya bahan-bahan
sediaan krim. Dilakukan
secara visual dengan mengamati warna krim dan ada tidaknya bagian-bagian yang
tidak tercampurkan dengan baik
3. Uji Ph
Uji pH bertujuan mengetahui keamanan
sediaan krim saat digunakan sehingga tidak mengiritasi kulit. Jika sediaan
memiliki pH yang rendah atau asam dapat mengiritasi kulit, dan sebaliknya jika
pH sediaan terlalu tinggi akan mengakibatkan kulit menjadi kering saat
penggunaan.
4.
Uji daya sebar
Evaluasi
daya sebar krim dilakukan untuk mengetahui luasnya penyebaran krim pada saat
dioleskan di kulit, sehingga dapat dilihat kemudahan pengolesan sediaan ke
kulit. Permukaan penyebaran yang dihasilkan dengan menaiknya pembebanan
ditujukan untuk menggambarkan karakteristik daya sebar.
G. Tinjauan Hewan Percobaan
1.
Klasifikasi Mencit (Mus musculus
albinus)
Klasifikasi mencit (Mus musculus albinus) adalah sebagai
berikut (Itis, 2016):
Kingdom
: Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Rodentia
Super
famili : Muroidea
Famili : Muridae
Subfamili
: Murinae
Genus : Mus
Spesies : Mus
musculusalbinus.
Mamalia kecil menjadi pilihan untuk berbagai penelitian karena memunyai beberapa keuntungan, yaitu tidaká mahal, mudah didapat, hanya membutuhkan sedikit ruang, makan, dan minum, mudah dalam pemeliharaan, dan dapat diubah secara genetik. Hewan kecil biasanya memunyai cara mempercepat penyembuhan dibandingkan manusia, dengan jangka waktu beberapa hari, sedangkan pada manusia dalam beberapa minggu atau bulan(Winny, 2013).
Mencit (Mus musculus albinus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di perkotaan. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui proses seleksi (Winny, 2013).
METODE PENELITIAN
A. Tempat
dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Teknologi
Farmasi,Laboratorium Biologi Farmasidi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan
Ibu Jambi. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juni – Agustus 2020.
B.
Desain penelitian
Jenis penelitian ini adalah
eksperimental yang dilakukan untuk menguji kemampuan formulasi krim dari sembung
rambat sebagai penyembuhan luka bakarpada mencit. Mencit yang digunakan
sebanyak 25 ekor berumur 2 – 3 bulan yang di pilih secara random dan dibagi menjadi 5 kelompok.
C. Populasi
dan Sampel
Populasi dan sampel tumbuhan daun
sembung rambat diambil dariPaal Merah, Kec. Jambi Selatan,
Kota Jambi, provinsi Jambi.
D. Alat
dan Bahan
1.
Alat
Alat yang digunakan
dalam penelitian iniyaitu timbangan analitik (Shimadzu®), seperangkat rotary
evaporator(Buchi®), gelas ukur,
beaker glass, elektroda pH, wadah pot, jangka sorong,spatula, penangas air, batang
pengaduk, penjepit tabung, kaca arloji, botol kaca gelap, gelas
ukur, pipet tetes, kandang mencit, jaring kawat, timbangan hewan, mangkuk pakan
mencit, gunting,cooten bud, sarung tangan, lumpang dan stamfer, pisau cukur.
2.
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu daun sembung rambat, etanol 70%, mencit, aquadest, betadin,
asam stearat, adeps lanae, nipagin, nipasol, TEA, parafin liquidum, serbuk mg,
kloroform, H2SO4, NaCl, FeCl3, reagen mayer dan reagen dragendorff.
E. Cara
Kerja
1.
Pembuatan Ekstrak
Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode maserasi
atau perendaman. Serbuk simplisia daun sembung rambat ditimbang sebanyak 700
gram kemudian dimaserasi menggunakan pelarut etanol 70% sebanyak 7 liter.
Proses maserasi dilakukan sampai maserat tidak berwarna (bening) yaitu dengan
melakukan remaserasi dan sesekali dilakukan pengadukan. Filtrat yang dihasilkan
dari proses maserasi kemudian dipekatkan denganRotary Evaporator sampai diperoleh ekstrak kental daun Kitolod.
Hasil dari proses pemekatan ekstrak daun sembung rambat
dihitung rendemennya:
2.
Skrining Fitokimia
a.
Identifikasi alkaloid
Ekstrak
dibasakan dengan ammonia, lalu ditambahkan kloroform, digerus kuat. Lapisan
kloroform yang terbentuk dipipet dan disaring, kemudian ditambah asam klorida 2
N. Campuran dikocok kuat-kuat hingga terbentuk dua lapisan. Lapisan asam
dipipet dan dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama sebagai pembanding,
bagian kedua ditambahkan dengan pereaksi Mayer adanya endapan atau keruh
putih menandakan adanya alkaloid, bagian ketiga ditambahkan pereaksi Dragendorff
terdapat kekeruhan atau endapan berwarna kuning sampai jingga menandakan
adanya alkaloid (Harbone, 1987).
b.
Flavonoid
Ekstrak
kental ditambahkan air lalu dipanaskan dan disaring.Kemudian filtrat yang
terbentuk ditambahkan serbuk magnesium dan asam klorida (HCl) pekat lalu
disaring dan disaring dan ditambahkan amil alkohol, dikocok kuat. Diamati warna
lapisan amil alkohol.Jika terbentuk warna kuning hingga merah menandakan adanya
senyawa flavonoid yang ditarik oleh amil alcohol (Harbone, 1987).
c.
Identifikasi Saponin
Ekstrak (0,5 g) ditambahkan aquades 10 mL
dipanaskan selama 5 menit dinginkan lalu dikocok. Pembentukan busa 1 cm dan
tetap ada selama 10 menit menunjukkan adanya saponin (Tiwari & Kumar, 2011).
d.
Identifikasi steroid dan terpenoid
Ekstrak
kental ditambahkan eter sambil digerus kemudian dikocok dan didiamkan, lalu
dipipet dan disaring. Filtrat diuapkan eter dan residu ditambahkan dengan
pereaksi Lieberman Burchard kemudian
amati warnanya. Terbentuk biru-hijau menandakan adanya senyawa steroid dan jika
terbentuk warna ungu menandakan adanya senyawa triterpenoid (Harbone, 1987).
e.
Identifikasi Tanin
Ekstrak
daun sembung rambat 0,5g ditambahkan aquadest 10 mL
direaksikan dengan beberapa tetes FeCl3 5%. Adanya
tanin ditunjukkan dengan terbentuknya endapan warna hitam atau biru kehijauan(Tiwari & Kumar,
2011).
3.
Pembuatan formulasi krim
Tabel 1.
Formulasi krim M/A (g)
Formula |
Formulasi (g) |
|||
F0 |
F I |
FII |
FIII |
|
Ekstrak sembung rambat |
0 |
20% |
25% |
30% |
Parafin liquidum |
25% |
25% |
25% |
25% |
Asam stearat |
14,5% |
14,5% |
14,5% |
14,5% |
TEA |
1,7% |
1,7% |
1,7% |
1,7% |
Adeps lanae |
3% |
3% |
3% |
3% |
Nipagin |
1% |
1% |
1% |
1% |
Nipasol |
0,5% |
0,5% |
0,5% |
0,5% |
Aquades ad |
25 |
25 |
25 |
25 |
(Yenti et al., 2016)
Pada penelitian ini dibuat formulasi sediaan krim ekstrak daun sembung rambat dengan empat variasi formulasiyaitu:
a.
Kelompok kontrol positif diberikan krim
Burnazin
b.
Kelompok kontrol negatif basis krim
c.
Kelompok perlakuan III diberikan FI
d.
Kelompok perlakuan IV diberikan FII
e.
Kelompok perlakuan V diberikan FIII
4.
Pembuatan krim ekstrak sembung
rambat
Dilakukan pembuatan basis krim terlebih
dahulu, lakukan sesuai dengan komposisi formula yang tertera pada tabel 1.
Dengan cara fase minyak (paraffin liquidum dan adeps lanae) dan fase air ( nipagin,
nipasol dan aquadest) masing-masing dipanaskan di atas waterbath pada suhu 60oC
sampai lebur. Dicampurkan fase air kedalam fase minyak lalu tambahkan asam
stearat dan TEA yang sudah lebur pada lumpang panas. Gerus sampai terbentuk
masa basis krim, kemudian masukkan ekstrak daun sambung rambat ke dalam lumpang
sedikit demi sedikit lalu digerus hingga dingin dan homogen. Masing-masing
disimpan dalam wadah krim. Sediaan krim ekstrak daun sembung rambatselanjutnya
dievaluasi untuk menjamin mutu krim. Beberapa uji yang dilakukan pada krim
yaitu uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, dan uji daya sebar.
5.
Evaluasi Stabilitas Sediaan Krim
1.
Uji
organoleptis
Uji organoleptis dilakukan secara
visual, komponen yang di evaluasi meliputi bau, warna, dan bentuk sediaan krim.
2.
Uji
homogenitas
Diambil 1 gram krim ekstrak sembung rambat pada bagian atas, tengah dan
bawah kemudian dioleskan pada object glass. Diamati jika terjadi
pemisahan fase.
3.
Uji
pH
Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sediaan. Dicatat penunjukan pH
pada jarum.Sebelum digunakan, dilakukan kalibrasi pH meter. PemeriksaanpH
dilakukan terhadap sediaan krim dengan menggunakan pH meter untuk mengetahui
sediaan krim sesuai dengan pH kulit yaitu berkisar antara 4,5–6,5.
4.
Uji
daya sebar
Sebanyak 0,5g krim hasil formulasi
ditimbang dan diletakkan diatas kaca yang telah dilapisi kertas grafik,
kemudian diletakkan sebuah petri diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit,
dihitung luas daerah yang diberikan sediaan. Selanjutnya diberi beban pada
masing-masing sediaan berturut-turut sebesar 50, 100 dan 250g dibiarkan selama
60 detik selanjutnya dihitung luas sediaan yang dihasilkan.
6.
Perlakuan pada mencit
Hewan percobaan yang digunakan
adalah mencit dipilih secara random masing masing kelompok. Tiap kelompok
digunakan tiga kali pengulangan setiap pengujiannya, sehingga penelitian ini
menggunakan 15 ekor mencit.
Pengujian terhadap penyembuhan
luka dilakukan menurut metode morton, dengan cara punggung mencit dirontokkan
bulunya. Setelah itu dibuat luka bakar secara bergantian tiap ekor mencit pada
punggung mencit selama 3 detik sampai bagian dermis beserta jaringan yang
terikat dibawahnya. Kemudian mencit dibagi dalam lima kelompok perlakuan yang
masing-masing telah dibuat perlukaan.
Tabel 4.1Pembagian kelompok perlakuan
terhadap hewan coba
Kelompok |
Perlakuan |
Jumlah
mencit tiap kelompok |
kontrol positif |
krim Burnazin |
5 ekor |
kontrol negatif |
basis krim |
5 ekor |
Konsentrasi 20% |
diberikan FI |
5 ekor |
Konsentrasi 25% |
diberikan FII |
5 ekor |
Konsentrasi 30% |
diberikan FIII |
5 ekor |
Selama masa pemeliharaan, mencit
diberi krim secara topikal pada luka sesuai dengan perlakuannya dengan
menggunakan cutton buds. krim dioleskan pada luka mencit secara tipis-tipis 2 kali sehari selama 14 hari (Yenti et al., 2016).
7.
Pengamatan patologi anatomi
Pengamatan patologi anatomi
dilakukan pada setiap mencit menggunakan metode morton. Kondisi luka diamati pada
hari ke-2, 6,10 sampai hari ke-14 dengan memperhatikan penutupan luka (luas
luka) dan morfologi luka(kelembaban luka dan warna luka pada daerah sekitar
luka).
8.
Analisa data
Hasilpengamatan patologi anatomi yang telah dilakukan
terhadap semua perlakuan kemudian dianalisi perubahan luas luka dianalisis secara
statistik deskriptif dengan SPSS menggunakan analisis sidik ragam (analysis of
variance= anova).
HASIL PENELITIAN
A. Hasil
maserasi ekstrak etanol 70% daun sembung rambat
Pelarut |
Simplisia |
Banyak
pelarut |
Wwarna
ekstrak kental |
Berat
ekstrak kental (gram) |
Rendemen
(%) |
Etanol
70% |
700
gram |
7000
mL |
Coklat
pekat |
94,33
gram |
13,47
% |
B. Skrining
fitokimia
Uji
Identifikasi |
Hasil |
Alkaloid |
+ (positif) |
flavonoid |
+ (positif) |
steroid |
+ (positif) |
saponin |
+ (positif) |
Terpenoid |
+ (positif) |
Tanin |
+ (positif) |
C. Penyembuhan
luka bakar
Kelompok |
Perla kuan |
Pengukuran
uji luka bakar |
Persentase
penyembuhan luka bakar hari ke 14 |
Rata-rata |
|||||||
Hari 2 |
Hari 4 |
Hari
6 |
Hari 8 |
Hari
10 |
Hari 12 |
Hari 14 |
|||||
Kontrol positif |
I |
19.00 |
18.25 |
17.00 |
14.75 |
11.75 |
9.25 |
7.51 |
62% |
60% |
|
II |
19.20 |
17.80 |
17.75 |
14.25 |
13.00 |
10.50 |
8.25 |
58% |
|||
III |
19.50 |
17.50 |
17.25 |
13.25 |
12.50 |
9.75 |
8.00 |
60% |
|||
Kontrol negatif |
I |
19.75 |
18.50 |
17.50 |
14.75 |
13.25 |
10.75 |
10.50 |
50% |
48.67% |
|
II |
19.50 |
18.75 |
17.75 |
15.50 |
13.50 |
11.75 |
10.00 |
50% |
|||
III |
19.25 |
18.25 |
17.40 |
15.25 |
13.40 |
11.50 |
10.75 |
46% |
|||
Konsentrasi 20% |
I |
19.50 |
18.50 |
16.50 |
15.00 |
11.50 |
10.15 |
7.25 |
63% |
62% |
|
II |
19.20 |
18.75 |
16.25 |
14.75 |
11.05 |
9.55 |
7.50 |
62% |
|||
III |
19.60 |
17.15 |
16.70 |
14.05 |
11.75 |
9.85 |
7.65 |
61% |
|||
Konsentrasi 25% |
I |
19.60 |
17.70 |
15.50 |
11.75 |
9.45 |
8.75 |
5.15 |
74 % |
73.67% |
|
II |
19.75 |
17.50 |
15.75 |
12.05 |
9.60 |
7.75 |
5.35 |
73 % |
|||
III |
19.50 |
17.25 |
15.40 |
12.25 |
9.55 |
8.05 |
5.20 |
74 % |
|||
Konsentrasi 30% |
I |
19.80 |
17.25 |
14.45 |
11.35 |
9.15 |
6.25 |
4.95 |
75% |
74.67% |
|
II |
19.50 |
17.75 |
14.20 |
10.25 |
8.85 |
7.75 |
5.00 |
75% |
|||
III |
19.25 |
16.15 |
14.10 |
10.35 |
8.90 |
6.45 |
5.20 |
74% |
|||
PEMBAHASAN
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, sembung rambat merupakan tumbuhan memiliki
potensi besar sebagai antitumor,
antijamur, sitotoksik, analgesik, antioksidan, antivirus dan antibakteri. Dilihat dari hasil analisis fitokimia ekstrak daun
sembung rambat mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, tanin,
dan terpenoid. Senyawa tumbuhan ini dapat digunakan sebagai obat membantu
mempercepat penyembuhan luka dan dapat mencegah infeksi bakteri, sehingga luka
lebih cepat sembuh(Andriani, 2018)bagian tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun sembung
rambat.
Metode
awal yang umum dipakai untuk mengamati perubahan luka bakar yang terjadi pada
mencit dengan menggunakan ekstrak tumbuhan sembung rambat sebagai aktivitas
antibakteri. Senyawa kimia dalam ekstrak tumbuhan digunakan untuk pengujian
luka bakar pada mencit dan melihat penyembuhan yang terjadi pada luka bakar
mencit.
Sebelum dilakukan pengujian untuk luka bakar, ekstrak
tumbuhan sembung rambat dibuatkan dalam bentuk sediaan krim dengan masing
masing konsentrasi ekstrak yang berbeda. Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan menggunakan 5 kelompok perlakuan yaitu kontrol positif yang diberikan
cream Burnazin, kelompok negatif dengan tidak diberikan perlakuan serta tiga
kelompok perlakuan dengan variasi konsentrasi 20%, 25% dan 30% ekstrak daun
sembung rambat. Penelitian ini menggunakan cream Burnazin sebagai kontrol
positif yang mengandung silver Sulfadiazine, mencegah dan mengobati infeksi
luka bakar dengan berbagai level.
Hasil
penelitian dari masing-masing kelompok yang dilakukan sediaan krim yang
digunakan memiliki aktivitas sebagai penyembuhan luka yang baik. Dari rata-rata
persentase yang didapat konsentrasi sediaan yang cepat dalam penyembuhannya
yaitu pada konsentrasi 30%. Sedangkan pada konsentrasi terendah pada formulasi
sediaan yaitu pada konsentrasi 20%. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh
kandungan metabolit sekunder tiap ekstrak yang berbeda sehingga terdapat
ekstrak yang memberikan aktivitas lemah dan ada yang memberikan aktivitas yang
kuat terhadap bioindikator bioindikator (Ahmad Islamudin, 2013).
Luka bakar dibuat dengan menggunakan kawat di modifikasi
berbentuk bulat kemudian dipanaskan diatas api bunsen selama 1 menit kemudian
ditempelkan 3 detik ke punggung mencit. Luka bakar yang telah dibuat kemudian
diberi terapi sesuai kelompok perlakuan yaitu kelompok kontrol positif
(Burnazin), kontrol negatif (tanpa perlakuan), kelompok konsentrasi 20%,
konsentrasi 25% dan konsentrasi 30% ekstrak daun sembung rambat. Pengukuran
diameter luka bakar pada semua kelompok perlakuan dilakukan pada hari ke 2, 6,
10, 12 dan 14.
Pembuatan ekstrak daun sembung rambat dalam bentuk sediaan
krim bertujuan untuk memperpanjang waktu kontak ekstrak dengan permukaan kulit
yang terdapat luka bakar pada mencit, sehingga bahan aktif dalam ekstrak mampu
memberikan aktivitas secara maksimal terhadap penyembuhan luka bakar. Semakin
panjang waktu kontak obat pada kulit maka konsentrasi obat yang diabsorpsi oleh
kulit juga meningkat (Sumoza, 2014).
Hasil pengamatan dan analisa data menunjukkan bahwa ekstrak
etanol 70% daun sembung rambat memberikan pengaruh terhadap proses penyembuhan
luka bakar pada mencit. Pengaruh tersebut karena terdapat kandungan senyawa
yang terkandung dalam ekstrak etanol 70% daun sembung rambat yaitu saponin dan
flavonoid. Pada bagian daun sembung rambat memiliki kandungan senyawa kimia
yaitu senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, steroid, tanin, dan terpenoid (Andriani, 2018).
Hal ini ditunjukkan pada hasil analisis data sesuai dengan parameter dalam
penyembuhan luka bakar yang meliputi pengukuran diameter luka bakar, persentase
penyembuhan luka bakar dan pengukuran eritema luka bakar.
Dari data hasil rata-rata pengukuran diameter luka bakar
ditunjukkan pada tabel hasil. Hasil yang diperoleh dari pengukuran diameter
luka bakar yaitu menyatakan bahwa terdapat penurunan diameter luka bakar pada
punggung mencit.
Data hasil pengukuran diameter luka bakar kemudian diubah
dalam bentuk persentase untuk melihat besar persentase penyembuhan luka bakar
yang dihasilkan oleh ekstrak etanol 70% daun sembung rambat. Berdasarkan pada
hasil penilitian yang telah dilakukan rata-rata persentase penyembuhan luka
bakar menunjukkan bahwa kelompok konsentrasi 30% memiliki persentase yang lebih
tinggi dari pada kelompok yang lainnya.
Dari
hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang di
berikan maka tingkat penyembuhan luka bakar pada mencit akan semakin meningkat.
Hal ini sesuai dengan Harborne (1994), yang menyebutkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi ekstrak maka tingkat penyembuhan akan semakin tinggi.
Dilihat dari kandungan senyawa flavonoid dalam ekstrak daun sembung
rambat membantu dalam proses penurunan eritema pada luka bakar. senyawa
flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi yang berfungsi sebagai anti radang
dan mampu mencegah kekakuan dan nyeri. Flavonoid bersifat antiinflamasi
sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit
saatterjadi perdarahan atau pembengkakan pada luka (Ruswanti, 2014).
Penyembuhan luka bakar dengan ekstrak daun sembung rambat
juga terjadi karena adanya senyawa flavonoid dalam ekstrak yang berfungsi
sebagai antibakteri. Selain itu, senyawa flavonoid merupakan golongan senyawa
fenol yang telah diketahui memiliki aktivitas antiseptik (Septiningsih, 2008).
Mekanisme senyawa tersebutbekerja dengan merusak permeabilitas dinding sel
bakteri, mikrosom dan lisosom sebagai hasil dari interaksi antara flavonoid
dengan DNA bakteri, melepas energi tranduksi terhadap membrane sitoplasma
bakteri serta menghambatmotilias bakteri (Mappadkk, 2013). Kandungan flavonoid
bekerja dalam proses membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada
jaringan yang hidup seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa dandapat
mengurangi inflamasi dengan cara menghambatsiklooksigenase dan lipooksigenase
(Harris, 2011).Senyawa-senyawa aktif yang terkandung dalam daun
sembung rambat inilah yang diduga mampu untuk membantu dalam proses penyembuhan
luka bakar pada mencit.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ekstrak etanol 70% daun sembung rambat memiliki aktivitas
percepatan penyembuhan luka bakar pada mencit.
SARAN
Untuk peneliti selanjutnya untuk membuat formulasiekstrak
etanol 70% daun sembung rambat dalam bentuk sediaan gel dan melakukan uji
efektivitas luka sayat.
0 Komentar