Breaking News

Mau Kaya ? "Jangan Jadi Wartawan"



MEDIA ROTASI - Bekerja Sebagai wartawan. Kalau tujuannya  ingin menjadi kaya, pasti tidak akan ketemu.

Kenapa? Sebab wartawan tak ubahnya PNS. Ada sumpah jabatan. 'Tidak akan menerima sesuatu imbalan apapun,  yang diduga  berkaitan dengan jabatan dan kewenangannya".

Sementara wartawan juga demikian. Juga tidak boleh  menerima   imbalan.  Berkaitan dengan berita dan pemuatan gambar/poto.  Ini salah satu item  kode etik jurnalistik, yang mesti dipedomani dan dilaksanakan oleh seorang jurnalis. 

Jika maksudnya mau  jadi orang kaya/beruang,  sebaiknya, cari pekerjaan selain wartawan. Jadi pengusaha, pedagang atau pemborong dan lain sebagainya.   

Sebab kenapa? Karena wartawan itu miskin secara finansial. Menang digaya serta pergaulan saja. 

Kalau soal Sen/duit? Galak buntu. Namun begitu bisa jalan  ke mana mana. Capek meliput di kampung dewek. Besok lusa, ada  di objek wisata daeah lain. Tugas meliput. Bali atau sebagai. Hebatnya lagi, terlihat melancong pula ke luar negeri. Duitnya? Ha ha..rahasia perusahaan donk. Wk wkwk.

Jadi wartawan miskin? Benar nean lah. Makanya tak berlebihan. Seorang pemateri di hadapan puluhan pekerja pers.  Peserta acara: "Wartawan Beretika". Di kota Palembang, beberapa tahun lampau. 

Seusai ngucapkan salam.  Menyatakan,

 Peserta acara ini. Banyak yang muda-muda. Beberapa orang saja tampak berambut putih, katanya.

Khusus untuk yang muda muda satu pertanyaan saya. "Sudah siapkah anda menjadi orang miskin. Sebab, secara ekonomi. Jadi wartawan itu, miskin", ucapnya blak-blakan. 

Kalau tujuannya mau jadi orang kaya. Maka pulang dari pertemuan ini. Berentilah jadi wartawan. "kembalikan kartu pers ke Pimred. Saudara, salah milih bidang pekerjaan", sambungnya. 

Jika  nak kaya? "Maka jadilah pengusaha atau pemborong. Jangan jadi wartawan" katanya mengulangi. Peserta ada yang tabengong dan manggut2 menyimaknya.

Hal itu  penting dipertanyakan, biar wartawan muda2 tidak terlanjur. "Soalnya, kalau cari kaya. Nanti, saudara akan melanggar kode etik", ucap pemateri unsur anghota Pengurus PWI Pusat dan Pimred koran terbesar di Jabar, itu. Tegas. Lah! Betol jugo yo?

Wartawan miskin?

Lho! Buktinya banyak juga yang sukses, dan kaya. Soal itu, betul adanya. Tapi itu karena faktor kebetulan, saja.

Pertama, kebetulan bekerja di perusahaan pers besar. Sudah mapan. Perusahaan milik konglomerat pers. Sehingga, wartawannya ada  gaji/upah sesuai UMP/UMR. Ditambah ada bonus macam macam dari perusahaannya

Kedua, atau yang bersangkutan memang sudah kaya sebelumnya. Dari hasil bermacam kegiatan  usaha. Cuma, karena tidak punya pekerjaan tetap. Dari pada bengong sana-sini. Akhir dia masuk jadi wartawan. Status wartawanya  sekedar cari prestise bee. Biar tidak disebut tetangga, orang pengangguran. 

Atau lagi sebagai wartawan nyambi jadi pemborong. Karena banyak kenal boss2. Hubungan baik sudah terjalin sejak lama. Maka dipercaya ngerjakan proyek. Maka jadilah dia kaya dan orang beruang. 

Praktik semacam inilah yang tak bulih itu. Sebab dapat melunturkan sikap idealis si watawan. Kalau pimpinan medianya  bermoral. Serta teguh menjalankan kode etik. Wartawan kayak gitu.  Pasti disanksi dan  dipecatnya.

Solusinya?

Disarankan  jangan latah membuat/mendirikan perusahaan pers. Andai belon bisa menggaji wartawan secara layak. 

Itu makanya dulu. Persaratan  membuat perusahaan pers ini. Berat sekali. Harus mengrus SIUPP di DEPEN. Serta punya modal kerja. Untuk gaji wartawan serta ongkos cetak. Untuk koran haian minimal lima tahun kerja. Serta 3 tahun bagi koran mingguan.

Sekarang, utama sejak era reformasi. Membuat media bebas. Siapa saja bolih jadi wartawan dan Pimred. Maka bermuncullah  perusahaan pers. Bagaikan cendawan tumbuh di musem hujan.- Yo, hebat. (Tasman)

0 Komentar

"/>
"/>

Advertisement

Cari Berita Anda Disini

Close